Biaya Sosial Judi Online: Lebih dari Sekadar Kerugian Finansial
Dalam diskusi publik tentang judi online, perhatian kerap terfokus pada kerugian finansial pribadi: uang habis, tabungan ludes, bahkan terjerat utang. Namun, laporan dan policy paper terbaru mengungkap bahwa biaya sosial dari judi online jauh lebih besar dan kompleks daripada yang tampak di permukaan.
Laporan tersebut mengkaji dampak judi online terhadap berbagai aspek kehidupan sosial-ekonomi masyarakat Indonesia. Salah satu temuannya adalah bahwa judi online berkontribusi langsung terhadap penurunan produktivitas nasional. Pegawai yang kecanduan judi cenderung mengalami penurunan konsentrasi, absensi meningkat, hingga pemutusan hubungan kerja. Jika dibiarkan, hal ini akan berdampak sistemik pada dunia kerja dan produktivitas tenaga kerja nasional.
Dampak lainnya yang tak kalah serius adalah meningkatnya kekerasan dalam rumah tangga (KDRT). Ketika penghasilan keluarga digunakan untuk berjudi, tekanan ekonomi dalam rumah tangga meningkat. Ini berujung pada konflik domestik, penelantaran anak, hingga perceraian. Dengan kata lain, aktivitas ekonomi ilegal ini merusak struktur sosial dan memperluas lingkaran kemiskinan.
Masalah kesehatan mental juga menjadi dimensi penting yang sering luput dari perhatian. Kecanduan judi—terutama dalam format digital yang mudah diakses kapan saja—berkaitan erat dengan peningkatan kasus stres, depresi, hingga risiko bunuh diri. Sayangnya, infrastruktur layanan kesehatan jiwa di Indonesia belum sepenuhnya siap menghadapi lonjakan kebutuhan akibat gangguan kecanduan berbasis digital ini.
Selain itu, aktivitas judi online yang berlangsung dalam ekonomi bayangan (shadow economy) menyebabkan hilangnya potensi pajak dan dana publik. Negara bukan hanya kehilangan potensi pendapatan, tetapi juga harus menanggung biaya sosial dan kesehatan yang ditimbulkan oleh aktivitas ilegal ini.
Ironisnya, banyak korban berasal dari kalangan usia produktif dan pelajar. Platform judi menyasar generasi muda melalui promosi di media sosial, iklan terselubung dalam game, dan kemudahan akses hanya lewat ponsel. Hal ini menandakan bahwa isu judi online bukan hanya masalah moral, tetapi sudah menjadi krisis generasi.
Maka dari itu, pendekatan untuk menghadapi judi online tidak cukup jika hanya berfokus pada penindakan hukum. Diperlukan pendekatan multidimensi yang mencakup edukasi, literasi keuangan, regulasi digital, dan perlindungan sosial. Pelaku industri keuangan, termasuk perbankan dan fintech, juga dapat berkontribusi melalui deteksi transaksi mencurigakan dan penguatan sistem monitoring.
Pemerintah, swasta, masyarakat, dan media perlu duduk bersama untuk menyusun langkah kolektif dalam menanggulangi krisis ini. Karena pada akhirnya, biaya sosial dari judi online tidak hanya ditanggung oleh individu yang kalah, tetapi oleh seluruh masyarakat yang ikut merasakan dampaknya.