Optimisme Kinerja Perbankan Awal 2025: Dibayangi Sejumlah Risiko

Meskipun kenaikan kredit bermasalah tetap menjadi masalah yang perlu diwaspadai, harapan untuk peningkatan kinerja perbankan pada kuartal awal 2025 diyakini meningkat dengan adanya dorongan bulan Ramadan dan Hari Raya Idulfitri.
Hasil Survei Orientasi Bisnis Perbankan OJK (SBPO) Triwulan I/2025 menunjukkan bahwa responden dari sektor perbankan cukup optimistis terhadap kinerja mereka. Ini dicerminkan dari Indeks Orientasi Bisnis Perbankan (IBP) kuartal I/2025 sebesar 66, yang berada di zona optimis.
"Optimisme ini didorong oleh ekspektasi terhadap stabilitas kondisi makroekonomi serta peningkatan intermediasi yang berlanjut, disertai dengan kemampuan perbankan dalam mengelola risiko yang dihadapi, meskipun di tengah kondisi makroekonomi global yang kurang kondusif," ujar Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK, Dian Ediana Rae, Senin (3/3/2025).
Dian menempatkan Indeks Ekspektasi Kondisi Makroekonomi (IKM) pada kuartal I/2025 pada level optimis, yaitu sebesar 53, terutama disebabkan perkiraan akan kondisi makroekonomi domestik yang stabil dan prediksi BI-Rate yang cenderung menurun.
Selain itu, Komponen indeks pembentuk IBP lainnya seperti Indeks Persepsi Risiko (IPR) dan Indeks Ekspektasi Kinerja (IEK) juga berada di zona optimistis. Responden memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia yang relatif stabil pada tahun 2025.
"Proyeksi tersebut didorong oleh penurunan suku bunga acuan, kebijakan ekonomi pemerintah yang pro growth, berakhirnya aksi wait and see oleh para investor untuk investasi kembali pasca tahun politik di 2024, serta inflasi yang diperkirakan masih terkendali," jelas Dian.
Dari sisi perbankan, PT Bank Central Asia Tbk. (BBCA), juga dikenal sebagai BCA, menilai bahwa kinerja industri perbankan akan sejalan dengan perkembangan ekonomi nasional. Bank swasta milik Grup Djarum menegaskan bahwa mereka akan tetap fokus pada fundamental bisnis dan mengambil tindakan yang hati-hati dalam menghadapi dinamika ekonomi saat ini.
“BCA juga akan terus mendorong penyaluran kredit ke semua sektor dan segmen dari mulai korporasi, UMKM, hingga individu,” kata EVP Corporate Communication & Social Resposibility BCA Hera F. Haryn kepada Bisnis, Rabu (6/3/2025).
Selain itu, dia menekankan komitmen BCA untuk menerapkan prinsip kehati-hatian melalui manajemen risiko yang ketat dalam pemberian kredit dan memberikan nilai tambah yang berkelanjutan bagi seluruh pemangku kepentingan.
Ini ditunjukkan oleh rasio kredit berisiko (Loan At Risk- LAR) perseroan sebesar 5,3% pada tahun 2024, meningkat dari dari tahun sebelumnya yang sebesar 6,9%. Rasio kredit bermasalah (non-performing loan/NPL) juga berada pada 1,8%.
“Sepanjang tahun 2024, BCA menjaga nilai pencadangan yang memadai, dengan NPL coverage sebesar 208,5% dan LAR Coverage mencapai 76,9%. BCA terus mencermati dan mengkaji pencadangan yang dimiliki, sejalan dengan perkembangan kualitas aset dan kondisi ekonomi,” jelasnya.
Sementara itu, Presiden Direktur PT Bank CIMB Niaga Tbk. (BNGA), Lani Darmawan, menyebutkan bahwa permintaan kredit terus meningkat pada awal tahun ini, terutama di sektor UMKM.
Namun demikian, dia menekankan bahwa ada masalah dengan biaya dana atau biaya pendanaan. Selain itu, margin keuntungan bank masih dinilai secara ketat, dan belum terlihat perbaikan dalam performa keuangan.
“Challenge bagi bank adalah tetap mahalnya cost of fund, sehingga mau tidak mau rate loan belum bisa turun seperti yang diharapkan,” jelasnya.
Sebaliknya, bank digital PT Bank Jago Tbk. (ARTO) memperkirakan bahwa momentum Ramadan dan Idulfitri dapat meningkatkan jumlah transaksi pelanggan. Jago Waasi Sumintardja, direktur Sharia Business Bank, melihat ini sebagai bagian dari berbagai kampanye yang dipromosikan bank digital dalam hal pembiayaan dan pendanaan.
“Insyaallah [transaksi nasabah] lebih bagus. Biasanya kalau Ramadan kan semua industri itu lebih bergerak,” katanya, Selasa (4/3/2025).
Paul Sutaryono, pengamat perbankan, mengingatkan agar optimisme tentang kinerja perbankan pada awal tahun ini harus disertai dengan manajemen risiko yang baik.
Pasalnya, kepercayaan itu dipengaruhi oleh elemen musiman seperti Ramadan dan Idulfitri, serta kewajiban pekerja untuk memberikan tunjangan hari raya (THR).
“Bank wajib melakukan penerapan manajemen risiko dengan baik dan benar, terutama risiko kredit. Artinya, bank wajib lebih selektif dalam mengucurkan kredit, bukan atas dasar kejar target,” katanya saat dihubungi.
Selain itu, dia menekankan betapa pentingnya langkah-langkah yang diambil bank untuk meningkatkan permodalan. Selain risiko kredit, modal yang kuat juga dianggap sebagai alat untuk mengurangi risiko pasar, operasional, dan likuiditas.
Source : Financial Bisnis.com