BI 7-Day Reverse Repo Rate Turun 25 bps Menjadi 5,25% : Mendorong Momentum Pertumbuhan, Menjaga Stabilitas Eksternal

calendar20 September 2022
BI 7-Day Reverse Repo Rate Turun 25 bps Menjadi 5,25% : Mendorong Momentum Pertumbuhan, Menjaga Stabilitas Eksternal

(Sumber: https://www.bi.go.id)

No.21/68/DKom
Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia pada 18-19 September 2019 memutuskan untuk menurunkan BI 7-day Reverse Repo Rate (BI7DRR) sebesar 25 bps menjadi 5,25%, suku bunga Deposit Facility sebesar 25 bps menjadi 4,50%, dan suku bunga Lending Facility sebesar 25 bps menjadi 6,00%. Kebijakan tersebut konsisten dengan prakiraan inflasi yang tetap rendah di bawah titik tengah sasaran dan imbal hasil investasi aset keuangan domestik yang tetap menarik, serta sebagai langkah pre-emptive untuk mendorong momentum pertumbuhan ekonomi domestik di tengah kondisi ekonomi global yang melambat. Untuk memperkuat bauran kebijakan dalam mendorong momentum pertumbuhan ekonomi, Bank Indonesia melakukan relaksasi kebijakan makroprudensial untuk meningkatkan kapasitas penyaluran kredit perbankan dan mendorong permintaan kredit pelaku usaha. Pengaturan Rasio Intermediasi Makroprudensial (RIM)/RIM Syariah disempurnakan dengan menambahkan komponen pinjaman/pembiayaan yang diterima bank, sebagai komponen sumber pendanaan bank dalam perhitungan RIM/RIM Syariah (Lampiran 1). Bank Indonesia juga melakukan pelonggaran: (i) Rasio Loan to Value Financing to Value (LTV/FTV) untuk kredit/pembiayaan Properti sebesar 5%, (ii) Uang Muka untuk Kendaraan Bermotor pada kisaran 5 sampai 10%, serta (iii) Tambahan keringanan rasio LTV/FTV untuk kredit atau pembiayaan properti dan Uang Muka untuk Kendaraan Bermotor yang berwawasan lingkungan masing-masing sebesar 5% (Lampiran 2). Ketentuan tersebut berlaku efektif sejak 2 Desember 2019. Sementara itu, kebijakan sistem pembayaran dan pendalaman pasar keuangan terus diperkuat guna mendukung pertumbuhan ekonomi.

Bank Indonesia juga memperkuat strategi operasi moneter untuk mendukung upaya menjaga kecukupan likuiditas dan meningkatkan efisiensi pasar uang sehingga memperkuat transmisi bauran kebijakan yang akomodatif. Instrumen operasi moneter pasar terbuka (OPT) diseragamkan melalui implementasi reverse repo Surat Berharga Negara (RR SBN) untuk semua tenor mulai 7 hari sampai dengan 12 bulan, termasuk melaksanakan lelang RR SBN tenor 12 bulan menggantikan SBI tenor 12 bulan, terhitung mulai 4 Oktober 2019. Ke depan, Bank Indonesia akan melanjutkan bauran kebijakan yang akomodatif sejalan dengan rendahnya prakiraan inflasi, terjaganya stabilitas eksternal, dan perlunya terus mendorong momentum pertumbuhan ekonomi. Koordinasi Bank Indonesia dengan Pemerintah dan otoritas terkait terus diperkuat untuk mempertahankan stabilitas ekonomi, mendorong permintaan domestik, serta meningkatkan ekspor, pariwisata, dan aliran masuk modal asing, termasuk Penanaman Modal Asing (PMA).

Ketegangan hubungan dagang AS dan Tiongkok yang berlanjut dan diikuti risiko geopolitik terus menekan perekonomian dunia dan membuat ketidakpastian pasar keuangan global tetap tinggi. Kenaikan tarif dagang oleh AS dan Tiongkok yang terus berlangsung makin menurunkan volume perdagangan dan pertumbuhan ekonomi dunia. Perekonomian AS tumbuh melambat akibat penurunan ekspor dan investasi nonresidensial. Perlambatan pertumbuhan ekonomi Eropa, Jepang, Tiongkok dan India juga berlanjut, dipengaruhi penurunan ekspor dan kemudian berdampak pada penurunan permintaan domestik. Perekonomian dunia yang melambat telah mendorong harga minyak dan komoditas global kembali menurun, yang kemudian mengakibatkan pada rendahnya tekanan inflasi. Kondisi ini direspons banyak negara dengan melakukan stimulus fiskal dan melonggarkan kebijakan moneter. Sementara itu, ketidakpastian pasar keuangan global yang tetap tinggi telah mendorong pergeseran penempatan dana global ke aset yang dianggap aman seperti obligasi Pemeritah AS dan Jepang, serta komoditas emas, meskipun aliran modal ke negara berkembang tetap terjadi. Dinamika ekonomi global tersebut perlu menjadi perhatian karena dapat memengaruhi upaya mendorong pertumbuhan ekonomi dan menjaga arus masuk modal asing sebagai penopang stabilitas eksternal.

Pertumbuhan ekonomi Indonesia turut terpengaruh kondisi perekonomian global yang kurang menguntungkan tersebut. Ekspor diperkirakan belum membaik seiring permintaan global dan harga komoditas yang menurun, meskipun beberapa produk ekspor manufaktur seperti kendaraan bermotor tetap tumbuh positif. Kondisi ini berdampak pada belum kuatnya pertumbuhan investasi, khususnya investasi nonbangunan, sementara pertumbuhan investasi bangunan cukup baik didorong oleh pembangunan proyek strategis nasional. Konsumsi swasta tumbuh terbatas, meskipun konsumsi rumah tangga tumbuh stabil didukung oleh penyaluran bantuan sosial pemerintah. Ke depan, bauran kebijakan yang ditempuh Bank Indonesia dan Pemerintah diprakirakan dapat menjaga momentum pertumbuhan ekonomi Indonesia sehingga berada di bawah titik tengah kisaran 5,0-5,4% pada 2019 dan meningkat menuju titik tengah kisaran 5,1-5,5% pada tahun 2020.

Neraca Pembayaran Indonesia triwulan III 2019 diprakirakan tetap baik sehingga menopang ketahanan eksternal. Perkembangan ini didukung surplus transaksi modal dan finansial dalam bentuk PMA dan investasi portofolio. Arus masuk investasi portofolio pada Juli-Agustus 2019 tercatat 3,5 miliar dolar AS didorong prospek perekonomian nasional yang baik dan daya tarik investasi aset keuangan domestik yang tinggi. Sementara itu, defisit transaksi berjalan diperkirakan tetap terjaga, dipengaruhi oleh permintaan impor yang menurun sejalan dengan penyesuaian ekonomi domestik yang belum kuat, ditengah menurunnya ekspor dari dampak melambatnya ekonomi global. Posisi cadangan devisa Indonesia tetap kuat, yang pada akhir Agustus 2019 tercatat 126,4 miliar dolar AS, setara dengan pembiayaan 7,4 bulan impor atau 7,1 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah, serta berada di atas standar kecukupan internasional sekitar 3 bulan impor. Ke depan, defisit transaksi berjalan 2019 dan 2020 diprakirakan tetap terkendali dalam kisaran 2,5%–3,0% PDB dan ditopang aliran masuk modal asing yang tetap besar. Bank Indonesia akan terus memperkuat sinergi kebijakan dengan Pemerintah dan otoritas terkait untuk meningkatkan ketahanan eksternal, termasuk berupaya mendorong peningkatan PMA.

Nilai tukar Rupiah menguat sejalan dengan kinerja Neraca Pembayaran Indonesia yang tetap baik. Pada September 2019, Rupiah mencatat apresiasi 0,9% secara point to point (ptp) dan 1,0% secara rerata dibandingkan dengan level Agustus 2019. Dengan perkembangan tersebut Rupiah sejak awal tahun sampai dengan 18 September 2019 tercatat menguat 2,3% (ytd). Perkembangan ini ditopang oleh bekerjanya mekanisme permintaan dan pasokan valas dari para pelaku usaha, di samping aliran masuk modal asing. Ke depan, Bank Indonesia memandang nilai tukar Rupiah tetap stabil sesuai dengan mekanisme pasar yang terjaga. Prakiraan ini ditopang prospek aliran masuk modal asing ke Indonesia yang tetap terjaga seiring prospek ekonomi domestik yang baik dan imbal hasil yang menarik, serta dampak positif kebijakan moneter longgar di negara maju. Untuk mendukung efektivitas kebijakan nilai tukar dan memperkuat pembiayaan domestik, Bank Indonesia terus mengakselerasi pendalaman pasar keuangan, baik di pasar uang maupun valas, termasuk melalui penerbitan ketentuan Penyelenggaraan Central Counterparty (CCP) Transaksi Derivatif Suku Bunga dan Nilai Tukar Over-The-Counter dan Penyelenggara Sarana Pelaksanaan Transaksi di Pasar Uang dan Pasar Valuta Asing (Market Operator).

Inflasi tetap terkendali pada level yang rendah dan stabil. Inflasi IHK pada Agustus 2019 tercatat 0,12% (mtm), menurun dibandingkan dengan inflasi bulan sebelumnya sebesar 0,31% (mtm). Secara tahunan, inflasi Agustus 2019 tercatat 3,49% (yoy), sedikit meningkat dibandingkan dengan inflasi bulan sebelumnya sebesar 3,32% (yoy). Inflasi yang terkendali didukung oleh inflasi inti yang tetap terjaga didukung ekspektasi inflasi yang baik seiring dengan konsistensi kebijakan Bank Indonesia menjaga stabilitas harga, permintaan agregat yang terkelola baik, dan pengaruh harga global yang minimal. Kenaikan inflasi inti pada beberapa bulan terakhir lebih banyak dipengaruhi kenaikan harga emas global serta dampak lanjutan inflasi volatile food yang sempat meningkat. Perkembangan terkini menunjukkan inflasi kelompok volatile food telah melambat, seiring dengan terjaganya pasokan bahan pangan. Sementara itu, kelompok administered prices kembali mencatat deflasi dipengaruhi oleh penurunan tarif angkutan, terutama angkutan udara akibat implementasi strategi maskapai pada masa low season. Ke depan, Bank Indonesia tetap konsisten menjaga stabilitas harga dan memperkuat koordinasi kebijakan dengan Pemerintah, baik di tingkat pusat maupun daerah, guna memastikan terkendalinya inflasi. Inflasi 2019 diprakirakan berada di bawah titik tengah kisaran sasarannya 3,5±1% dan terjaga dalam kisaran sasaran 3,0±1% pada 2020.

Transmisi kebijakan moneter tetap baik didukung kecukupan likuiditas perbankan yang memadai serta pasar uang yang tetap stabil dan efisien. Likuiditas di Pasar Uang Antar Bank (PUAB) terjaga yang tercermin pada rerata harian volume PUAB pada Agustus 2019 yang tetap tinggi sebesar Rp20,03 triliun. Likuiditas perbankan juga tetap baik, antara lain terlihat pada rasio Alat Likuid terhadap Dana Pihak Ketiga (AL/DPK) sebesar 19,7% pada Juli 2019, meningkat dari 19,1% pada Juni 2019. Kondisi ini berkontribusi positif pada suku bunga PUAB O/N sebagai sasaran operasional kebijakan moneter yang bergerak di kisaran level suku bunga kebijakan sebesar 5,50% pada Agustus 2019. Rerata tertimbang suku bunga deposito juga menurun 10 bps dibandingkan dengan level Juli 2019 sehingga tercatat 6,70% pada Agustus 2019. Suku bunga kredit juga mulai menurun terutama pada kredit investasi dan kredit modal kerja. Sementara itu, pertumbuhan uang beredar dalam arti sempit (M1) dan uang beredar dalam arti luas (M2) pada Juli 2019 masing-masing tercatat 7,4% dan 7,8% sejalan dengan pola pertumbuhan ekonomi. Ke depan, Bank Indonesia akan terus memastikan kecukupan likuiditas dan meningkatkan efisiensi pasar uang, serta memperkuat transmisi kebijakan moneter yang akomodatif.

Stabilitas sistem keuangan tetap terjaga, disertai dengan risiko kredit yang terkendali dan fungsi intermediasi yang tetap berlanjut. Perkembangan ini tercermin dari rasio kecukupan modal (Capital Adequacy Ratio/CAR) perbankan Juli 2019 yang tetap tinggi yakni 23,1%, dan rasio kredit bermasalah (Non Performing Loan/NPL) yang tetap rendah yakni 2,6% (gross) atau 1,2% (net). Sementara itu, pertumbuhan kredit sedikit melambat dari 9,9% (yoy) pada Juni 2019 menjadi 9,6% (yoy) pada Juli 2019, terutama dipengaruhi terbatasnya permintaan kredit korporasi. Pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (DPK) pada Juli 2019 sebesar 8,0% (yoy), meningkat dibandingkan dengan pertumbuhan Juni 2019 sebesar 7,4% (yoy). Stabilitas sistem keuangan yang terjaga juga ditopang kinerja korporasi go public yang tetap baik seiring kemampuan membayar yang tetap sehat. Bank Indonesia memandang bauran kebijakan moneter dan kebijakan makroprudensial yang akomodatif dapat mendorong pertumbuhan kredit tanpa mengganggu stabilitas sistem keuangan. Pertumbuhan kredit perbankan diprakirakan dalam kisaran 10-12% (yoy) pada 2019 dan 11-13% (yoy) pada 2020, sementara DPK diprakirakan dalam kisaran 7-9% (yoy) pada 2019 dan 8-10% (yoy) pada 2020.

Kelancaran Sistem Pembayaran tetap terjaga baik tunai maupun nontunai. Pertumbuhan Uang Tunai Yang Diedarkan (UYD) Agustus 2019 tercatat 4,5% (yoy), sementara transaksi pembayaran nontunai menggunakan ATM-Debit, Kartu Kredit, dan Uang Elektronik (UE) posisi Juli 2019 tumbuh 14,6%, didominasi oleh instrumen ATM-Debit dengan pangsa 94,0%. Pertumbuhan transaksi UE Juli 2019 tetap tinggi mencapai 261,2% (yoy), mengindikasikan preferensi masyarakat terhadap penggunaan uang digital yang terus menguat dan tendensi integrasi UE dalam ekosistem digital yang meluas. Bank Indonesia senantiasa meningkatkan peran untuk terselenggaranya kelancaran Sistem Pembayaran dalam mendukung pengembangan ekonomi dan keuangan digital. Pada tanggal 1 September 2019, Bank Indonesia melakukan penyempurnaan kebijakan operasional Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI) guna meningkatkan kecepatan dan efisiensi masyarakat dalam melakukan transaksi transfer dana. Penguatan elektronifikasi juga terus dilakukan dengan memperkuat koordinasi lintas otoritas untuk mengoptimalkan penyaluran dan penyerapan bansos nontunai, integrasi moda transportasi, elektronifikasi pedagang di pasar tradisional, dan transaksi keuangan Pemda.

Jakarta, 19 September 2019
DEPARTEMEN KOMUNIKASI

Onny Widjanarko
Direktur Eksekutif