Dari NTT ke Bali: Potret Koperasi sebagai Tulang Punggung Inklusi Keuangan

Di saat perbankan modern menghadapi tantangan penetrasi di wilayah terpencil, koperasi muncul sebagai alternatif kuat dalam mendekatkan layanan keuangan kepada masyarakat. Riset terbaru yang mendukung pelaksanaan Koperasi Desa Merah Putih (KDMP) menyoroti peran koperasi di daerah-daerah seperti Nusa Tenggara Timur (NTT) dan Bali, yang bahkan telah melampaui perbankan dalam menjangkau masyarakat desa.
Di NTT, rasio debitur koperasi terhadap debitur perbankan tercatat mencapai 122%. Artinya, lebih banyak masyarakat yang meminjam dana dari koperasi dibanding dari bank. Hal ini menunjukkan bahwa koperasi bukan hanya pelengkap, tetapi telah menjadi main financial institution bagi sebagian besar warga desa.
Beberapa faktor yang mendorong dominasi koperasi di NTT antara lain:
- Keterbatasan akses fisik ke kantor bank
- Proses yang lebih sederhana dan cepat
- Koneksi sosial antara pengurus koperasi dan anggota
- Skema pembiayaan yang lebih fleksibel dan berbasis kepercayaan
Selain NTT, provinsi seperti Bali dan Kalimantan Timur (Kaltim) juga menunjukkan potensi kuat sebagai pusat pengembangan koperasi modern. Di Bali, sistem subak dan kultur gotong royong telah menjadi fondasi sosial yang kuat untuk menjalankan koperasi secara berkelanjutan.
Sementara itu, di Kaltim, pertumbuhan ekonomi daerah berbasis sumber daya alam membuka ruang bagi koperasi untuk berperan dalam mendistribusikan manfaat ekonomi secara lebih merata, terutama di wilayah-wilayah non-perkotaan.
Data riset menunjukkan bahwa anggota koperasi sebagian besar berasal dari kelompok masyarakat yang belum tersentuh optimal oleh perbankan:
- 62% laki-laki, usia produktif (Gen X dan Milenial)
- 65% lulusan SMP ke bawah
- Bekerja di sektor pertanian, perdagangan informal, dan jasa
- Mayoritas belum memiliki riwayat pinjaman formal di lembaga keuangan
Fakta ini memperkuat argumen bahwa koperasi adalah gerbang awal inklusi keuangan, terutama di wilayah dengan penetrasi perbankan yang rendah.
Lebih dari sekadar lembaga pembiayaan, koperasi di daerah juga berperan sebagai:
- Pusat pelatihan keterampilan dan kewirausahaan
- Fasilitator pemasaran produk lokal
- Penyedia layanan logistik dan digitalisasi UMKM
- Penghubung ke pasar dan mitra lembaga keuangan
Dalam konteks KDMP, koperasi akan ditingkatkan kemampuannya untuk menjadi institusi ekonomi desa yang kuat, terhubung dengan ekosistem digital, dan mampu menyerap pembiayaan dari sektor formal secara profesional.
Indonesia masih menghadapi tantangan literasi dan inklusi keuangan yang tinggi, khususnya di desa-desa. Menurut Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan (SNLIK) OJK tahun 2022:
- Indeks literasi keuangan nasional baru mencapai 49,68%
- Indeks inklusi keuangan berada di 85,10%, tapi banyak yang masih menggunakan layanan non-formal
Koperasi menjadi jembatan logis untuk mendorong dua hal sekaligus: peningkatan literasi dan akses ke layanan keuangan yang aman dan berkelanjutan.
Melihat data dan konteks lokal, sudah saatnya koperasi mendapat posisi yang lebih sentral dalam kebijakan pembangunan keuangan nasional. Program KDMP menjawab tantangan ini dengan memberikan ruang, dukungan dana, dan pelatihan agar koperasi desa tumbuh tidak hanya secara kuantitas, tapi juga kualitas.
Dari NTT hingga Bali, dari desa ke pusat, koperasi terbukti bukan sekadar alternatif. Ia adalah solusi.